Tuesday, July 23, 2013

[Resep Masakan] Ayam Goreng Tradisional

Udah lama banget gue nggak posting tentang resep masakan atau semacamnya. Nah, sekarang gue mau coba sharing lagi. Kali ini gue mau share resep "Ayam Goreng Tradisional". Mungkin kalo lo googling resep masakan ini udah banyak lah yang ngeshare, dan sebagian besar hampir sama resepnya. Tapi kalo ala gue ada tambahan sedikit bumbu biar lebih gurih. Let's check it out.

Yang pertama, pastikan lo sehat. Kalo nggak sehat, lemes, gimana mau masak? Ye kan?
Oke, yang kedua siapin bahan-bahannya dulu.

Bahan-bahan :
- Setengah ekor ayam segar nan montok (jangan ayam kampus ya)
- 4 siung bawang putih
- garam
- penyedap
- Tumbar Miri Jahe (ketumbar, kemiri, jahe) secukupnya *hedehh* *dangdut*
- kunyit
- lengkuas
- 2 lbr daun salam
- 1 batang sereh (digeprek)
- satu lagi, 2 lbr daun jeruk. (Bagi gue ini perlu, biar ayamnya wangi dan seger)
- air secukupnya

Cara memasak :
1. Haluskan bumbu-bumbu kecuali salam, sereh, dan daun jeruk. (Kalo gue sih lebih suka ngulek ketimbang blender, rasanya lebih enak. Nguleknya jangan terlalu halus biar ada remah-remahannya nanti)
2. Tumis bumbu halus bersama salam, sereh, dan daun jeruk.
3. Setelah tumisan bumbu harum, masukan potongan ayam.
4. Tambahkan air perlahan dan sedikit-sedikit lalu aduk. Ulangi terus.
5. Ungkep sampai air habis.
6. Setelah diungkep, goreng ayam hingga kecoklatan
7. Siap disajikan.

NB : bumbu-bumbu di atas yang nggak tertulis jumlahnya, pakai takaran kira-kira. Hehehe.

Gue masak ayamnya udah dari kemaren sebenernya. Cuma baru kepikiran posting ya sekarang ini. Udah segitu aja dulu. Mohon maaf kalau agak susah dimengerti. ^^

Monday, July 22, 2013

Manis Setengah Pekat

Untuk @penagenic,

Aku selalu terkagum membaca barisan aksaramu
Betapa cantik rindumu yang rebah dalam kata-kata
Pun jua kalut mampu kau selimuti dengan huruf-huruf kemayu

Sudah berapa kali senja tanpa temu yang kita lewati di bulan yang suci ini?
Sudah berapa kali kita berbuka puasa dengan sepi di meja makan masing-masing?
Hanya berakhir dengan perhatian yang terbagi...
Antara pertemuan aksara yang virtual di layar kecil dan makanan berbuka yang baru seperempat habis

Disini...
Teh manis yang setengah pekat selalu kusediakan dua cangkir di meja
Kolak pisang kesukaan yang juga setengah pekat pun selalu ada dalam dua mangkuk sedang
Barangkali tiba-tiba ada ketukan di pintu rumah yang berasal dari tanganmu

Disini...
Hanya kasur dingin itu saja yang kubiarkan teracak
Membiarkan cerita-cerita rindu bekas semalam dan malam-malam sebelumnya tergeletak
Pun kupikir untuk apa kurapikan kasur itu jika hanya aku sendiri yang membuatnya tak keruan, bukan kita?

Aku terlalu rapuh untuk bertele-tele sedangkan rindu-rindu hanyut ini serasa tak kuat lagi dibendung.

Tertanda @fika_hamzah, yang sedang sangat susah mewaraskan pikiran yang gila karenamu

Jakarta, 22 Juli 2013
Pukul 4.33 sore.

Saturday, July 20, 2013

Hampiri Aku

Untuk @penagenic...

Hai dirimu...
Senja mendahuluiku pergi saat menulis puisi ini
Maafkan aku atas keterlambatan yang sia-sia ini
Jika puisi ini tidak sampai, aku bisa apa lagi?
Selain merindukanmu, aku susah mengingat hal lain

Kamu tahu? Aku keranjingan puisi darimu
Semalaman ini saja aku kehabisan waktu, mengurai untaian aksaramu
Hingga bulan habis cahaya
Walaupun hati masih menolak pagi

Semakin berulang ku membaca,
Semakin berulang ku tersipu
Semakin mahir aku menghitung jarak,
Semakin bodoh aku mempertahankan bendungan rindu

Penagenic,
Hampiri aku segera, sebelum dingin bertemu tulang
Hampiri aku segera, sebelum sepi bertemu keputus-asaan
Hampiri aku segera, sebelum puisi-puisi ini hilang arti

Tertanda, @fika_hamzah

Jakarta, 20 Juli 2013
Pukul 6.47 malam

Thursday, July 18, 2013

Menimang Rindu

Untuk @penagenic...

Hai, dirimu.
Kemarin sore senja mengetuk pintu mayaku
Ia membawa sebuah puisi yang dibungkus semburat senja hampir ungu
Puisi yang di dalamnya tertera namamu
Sejak kapan kamu mahir berteman dengan senja hingga ia mau mengantar puisimu?

Baiklah, aku terhanyut oleh puisi darimu yang candu
Kuharap kita seperti helai-helai rambut,
walaupun rapuh namun selalu menyatu
Meskipun mengerling sekejap padamu saja aku malu
Kuharap kita sedekat jari jemari, tegap berdiri dan bisa saling beriring
Meskipun dipeluk aksara-aksara indahmu saja sudah cukup membuat pikiranku menari

Candu macam apa yang kau benamkan di kepalaku?
Hingga rindu menjelma persis kerikil tajam yang terinjak kaki
Hingga imaji akanmu menjelma persis anggur yang memabukkan
Hingga toleransi penantianku seakan sebegitu sedikit

Penagenic,
Walau raga kita berjeda,
aku tahu hati sedekat nada di daun telinga
Walau tatapan mata tak bertemu,
aku tahu tatapan mata hati kita bercumbu
Jikalau aku tak lagi mampu, baiknya kita akhiri rindu yang berkecamuk

Tertanda, @fika_hamzah

Jakarta, 18 Juli 2013
Pukul 2:48 siang

Tuesday, July 16, 2013

Detik Masa

Untuk @penagenic

Hai, dirimu.
Ada kabar baik apa dalam hidupmu?
Pun kabar buruk apa yang menorehkan luka padamu?
Ceritakan padaku semaumu.
Namun izinkan aku beraksara dulu.

Aku teringat...
Kita pernah punya cerita di balik terik, ketika menyusuri setapak rumput penuh duri namun tak terasa perih.
Kita pernah punya cerita di balik jingga, ketika menyaksikan senja di bibir pantai yang rapuh namun selalu teduh.
Kita pun punya cerita di balik malam pekat, ketika di pinggir trotoar bergandengan tangan pun terasa surga.

Asal kamu tahu,
Aku masih punya persediaan detik masa.
Detik masa untuk perjumpaan kita yang tak lagi semu.
Detik masa untuk mengulang lagi semua itu.
Aku masih menunggu...

Tertanda, @fika_hamzah

Jakarta.
Selasa, pukul 12.21 siang.