Untuk @penagenic...
Hai, dirimu.
Kemarin sore senja mengetuk pintu mayaku
Ia membawa sebuah puisi yang dibungkus semburat senja hampir ungu
Puisi yang di dalamnya tertera namamu
Sejak kapan kamu mahir berteman dengan senja hingga ia mau mengantar puisimu?
Baiklah, aku terhanyut oleh puisi darimu yang candu
Kuharap kita seperti helai-helai rambut,
walaupun rapuh namun selalu menyatu
Meskipun mengerling sekejap padamu saja aku malu
Kuharap kita sedekat jari jemari, tegap berdiri dan bisa saling beriring
Meskipun dipeluk aksara-aksara indahmu saja sudah cukup membuat pikiranku menari
Candu macam apa yang kau benamkan di kepalaku?
Hingga rindu menjelma persis kerikil tajam yang terinjak kaki
Hingga imaji akanmu menjelma persis anggur yang memabukkan
Hingga toleransi penantianku seakan sebegitu sedikit
Penagenic,
Walau raga kita berjeda,
aku tahu hati sedekat nada di daun telinga
Walau tatapan mata tak bertemu,
aku tahu tatapan mata hati kita bercumbu
Jikalau aku tak lagi mampu, baiknya kita akhiri rindu yang berkecamuk
Tertanda, @fika_hamzah
Jakarta, 18 Juli 2013
Pukul 2:48 siang
Suka banget kalimat ini...
ReplyDelete"Walau raga kita berjeda,
aku tahu hati sedekat nada di daun telinga"