Senin pagi ini aku dengan semangat sedang bersiap-siap untuk kembali ke rutinitas biasa setelah kemarin menikmati weekend yang sempurna di rumah orang tua, yang masih tergolong dekat dengan rumah kos-ku.
"Hmm.. pagi yang indah untuk memulai rutinitas..."
Aku pun mengunci pintu kamar kos-ku dan mulai berjalan.
**
Walaupun masih pagi, minimarket tempat aku bekerja tak kalah hectic dengan jalanan Jakarta.
Tangan ini dan mesin kasir harus kerja ekstra cepat dibuatnya demi kepuasan pelanggan. Yah.. inilah resiko menjadi penjaga kasir.
Beberapa saat kemudian, mini market mulai sepi. Aku kebagian tugas membereskan barang-barang yang baru datang untuk diletakkan di rak-nya masing-masing.
"Jika kau mendapatiku tersenyum.. saat tak ada apapun yang terjadi.. Jika kau melihat ku tak mendengarmu.. saat tak ada apapun yang terjadi.."
Sambil mendorong troli kuning berisi tumpukan barang dagangan di koridor berisi rak-rak, aku bersenandung mengikuti alunan lagu dari grup band asal Yogyakarta, The Rain, yang diputar oleh radio di minimarket. Menemaniku dan barang-barang dagangan minimarket yang sedang kurapikan ini.
Tiba-tiba troli-ku ini hampir menabrak kaki seseorang di ujung rak yang datang dari arah berlawanan.
"Ups! Sorry..", kata orang itu.
"Ah ya.. gapapa.."
Cuma itu kata-kata yang keluar dari mulutku ketika melihat wujud orang tersebut dan mendengar suara seksinya. Dia-lah lelaki itu. Lelaki yang tiap hari datang sekitar jam 9an ke minimarket ini, lelaki tampan dan proporsional yang mengenakan setelan kemeja dan celana jins plus sepatu kulitnya, lelaki yang selalu menghampiri lemari pendingin minuman untuk membeli minuman kopi kalengan. Lelaki yang.. ah well.. kuakui aku menyimpan rasa suka padanya. Walaupun kami belum saling mengenal, dan walaupun tak sepenuhnya hatiku mengakui.
Aku pun mendorong troli dari rak makanan ringan menuju lemari pendingin minuman untuk memasukan botol minuman ke dalamnya. Aku heran kemana dia? Biasanya yang dia hampiri cuma lemari pendingin ini. Sekilas aku terlihat serius bekerja, padahal sebenarnya sesekali aku curi pandang ke kaca di pojok ruangan di atas rak paling ujung. Mencari sosok lelaki itu.
Ah.. ketemu. Sedang mencari apa dia di rak bumbu dapur? Apa dia ingin membeli bumbu pesanan ibunya? Atau malah istrinya? Ah mungkin mau masak sendiri? Pertanyaan-pertanyaan aneh muncul di kepalaku, semacam sok tahu.
"Karena aku belum gila.. aku hanya jatuh cinta.. sungguh aku belum gila.. aku hanya jatuh cinta.."
Lagu dari radio masih mengalun. Aku beranikan diri menghampiri dia sambil berpura-pura meletakkan barang dagangan ke dalam rak.
"Cari apa mas?"
"Hmm.. cari saus khusus spaghetti mbak. Ada gak?"
"Sebentar.. coba saya cari dulu" "Ah ini dia. Ini mas?"
"Wah iya. Makasih ya mbak."
"Tumben nyari ini. Biasanya yang dicari minuman kopi kalengan"
"Oh.. iya nih mau coba-coba masak. Kebetulan di rumah ada spaghetti mentah tapi ga ada sausnya."
"Emang bisa masaknya?" Kataku menggoda.
"Haha.. sekedar bikin ini aja sih semua juga bisa mbak. Saya permisi dulu ya." Ucapnya sambil berlalu tanpa mempedulikan aku yang terpana dengan tawanya barusan. Dari arahnya, aku tebak dia akan menuju lemari pendingin minuman. Perlahan kuikuti dia sambil masih mendorong troli dan benar saja tebakanku saat kulihat punggungnya. Aih.. seksi sekali, pikirku.
Setelah membayar di kasir, ia pun keluar dan mulai menjauh dengan motor Ninja-nya. Seiring dengan selesainya lagu yang diputar di radio tadi. Hmm.. lumayan lah bisa ngobrol sedikit. Bisa lihat wajahnya sekaligus mendengar suara seksinya saat berbicara dengan lebih dekat..
**
Beberapa hari tak kelihatan, lelaki itu datang lagi saat aku sedang melayani seorang wanita tua di meja kasir. Tapi hari ini, ah siapa itu? Wanita itu.. berambut panjang, kulitnya kuning langsat, tinggi semampai, dan tentu saja cantik. Belum kelar rasa senang sekaligus sedikit rindu ini karena bertemu lagi dengan lelaki itu, aku kaget dengan hadirnya seorang wanita di belakangnya. Apa? Mereka bergandengan? Ah ya.. damn! Dialah pacarnya. Aku pun segera menyelesaikan belanjaan wanita tua ini.
Kali ini seperti biasa lelaki itu menyambar kopi kalengan. Setelah itu ia menyusul pacarnya ke rak kosmetik. Kulihat mereka saling bercanda dengan mesra. Ah tapi ada sesuatu yang berkilat... di antara jari mereka. Cincin! Sebuah cincin di jari masing-masing.
Hahaha! Aku tertawa dalam hati. Ya, belakangan ini dia tidak kelihatan mungkin karena mereka sedang mempersiapkan pernikahan dan sekarang mereka sudah menjadi suami istri. Dan kenapa lagu itu diputar lagi? Lagu saat aku mengobrol dengannya beberapa minggu lalu diputar lagi oleh radio di minimarket tepat pada saat ini?
"Aku tak mencarinya.. dia yang menemukanku.. aku tak mencarinya dia yang menemukanku.."
Perlahan sedikit demi sedikit rasa kecewa mulai menyelimutiku. Patah hati? Jelas. Tapi siapa aku? Aku berusaha meredam kesalku ini, saat dia dan pacarnya menghampiri kasir. Aku bisa melihat bagaimana mereka saling mencintai. Sedikit iri.
Setelah selesai, mereka pun keluar. Aku mengamatinya dari kejauhan saat mereka mulai menjauh. Sedih. Kecewa. Ya, walaupun kenal saja belum. Tahu namanya pun tidak. Tapi aku suka dan sekarang aku kecewa. Ah.. tapi siapa aku?
"Karena aku belum gila.. aku hanya jatuh cinta.. sungguh aku belum gila.. aku hanya jatuh cinta.."
"Aku tak mencarinya.. dia yang menemukanku. Aku tak mencarinya dia yang menemukanku.."
Ah ya.. lagu ini.. Ironi.
Inspired by Belum Gila - The Rain
No comments:
Post a Comment